Sunday, January 15, 2017

Jangan Dihukum: Korupsi, Menipu, Berdusta dan Mencontek adalah Lumrah di Indonesia

Korupsi adalah akar dari permasalahan bangsa kita. Perlu kita sadari betapa banyaknya orang yang terlunta - lunta di jalan, keluar masuk penjara, dan kasus suap dari kelurahan sampai ke dalam mahkamah MK, semua gara - gara yang di sebut korupsi.

Sudah cukuplah pembahasan ke dalam subyek alias orangnya. Karena kita tahu mereka tersangka dan merupakan orang yang di anggap bersalah.

 bagaimana kalau kita bahas dari sisi orang - orang yang tampaknya baik di mata kita?

Bagaimana jikalau saya katakan mereka yang saya sebutkan di atas sebenarnya itu tidak bersalah karena mereka adalah produk dari orang - orang yang jadi pendidik mereka di generasi sebelumnya?

Justru yang bersalah adalah orang - orang yang melongo di depan TV, cangkru'an di warkop(padahal punya anak dan istri yang harus dididik di rumah ataupun bujangan yang seharusnya banyak belajar), oknum guru dan oknum dosen (yang notabene S2 atau S3) yang kamu anggap baik yang membiarkan praktek ilegal sederhana di sekolah dan kampus dengan membiarkan siswa siswinya atau mahasiswa dan mahasiswinya menoleh ke kanan dan ke kiri karena pusing tidak tahu harus bagaimana saat UTS selayaknya orang sedang berdzikir memusatkan pikiran memuji Allah yang maha mengetahui segala perbuatan mereka baik yang menunjuk dirinya dengan bangga sebagai pendidik yang baik menurut versi mereka sendiri.

Saya malu melihat itu semua, menyadari bahwa saya yang bodoh dan memang tidak bisa mengikuti pelajaran sekolah dan perkuliahan dengan baik ini untuk mengaku bahwa sebenarnya orang - orang yang saya sebutkan di atas inilah biang keladi korupsi di indonesia (setidaknya mungkin secara hipotesis dari artikel yang akan saya rujuk sebagai contoh di bawah ini).


Disclaimer:Saya ingin menjadi lantang dan berada di garis depan menulis hal ini karena saya merasa jenjang pendidikan yang tinggi TIDAK bisa dijadikan patokan moral saat ini. Saya sebenarnya malu untuk bicara karena memang latar belakang  pendidikan saya yang jelek dan saya yang bekerja hanya menjadi seorang buruh yang gajinya di bawah upah minimum di daerah saya sendiri. Tapi sepertinya saya harus dan memang harus lantang berbicara tentang hal ini karena hal ini jarang dibahas secara gamblang dan saya merasa seperti oknum dosen atau oknum guru sengaja untuk tidak mengatakannya. Tapi ini adalah pendapat pribadi saya mengenai kehidupan saya dan tentang informasi dan berita terkait. Artikel ini tidak bermaksud untuk menebar kebencian, tetapi hanya sebagai media sharing tentang salahnya diri kita, pendidik kita dan lingkungan kita.

Kejujuran adalah harta paling berharga, seperti sebongkah emas, madu, dan hewan qurban seperti sapi dan kambing yang nilainya selalu tinggi. Selalu ada dari jaman jahiliyah, kerajaan, kolonialisme dan bahkan sampai sekarang di saat hampir semua orang bisa hidup merdeka. Kita ibaratkan bila ada dua orang yang berkata jujur, berarti mereka telah melakukan jual beli dengan adil. Mereka bertukar barang dengan takaran yang sudah disetujui dan tidak ada hal yang disembunyikan. Si A membayar dengan emas asli dan si B menjual madu asli tanpa campuran atau menjual ternaknya yang sehat tanpa cacat, atau jika ada cacat dan ketidaksempurnaan pun dia akan mengatakan semuanya dengan sejujur - jujurnya.

DIUSIR DARI DESA GARA - GARA TERLALU JUJUR


Kita masuk ke kasus pertama, yaitu kasus Nyonya Siami dan beserta anaknya yang diusir dari desa gara - gara melaporkan perilaku wali kelas anaknya ke Dinas Pendidikan yang memaksa anaknya untuk memberikan contekan massal kepada teman - temannya di SD Negeri Gadel 2 Surabaya. Dan tidak tanggung - tanggung, bahkan sebelum UN ada simulasi contekan masalnya. menurut warga sekitar perilaku ibu Siami ini kelewatan karena menurut mereka mencontek menjadi hal yang wajar dan lumrah. Dari sini sih sudah kelihatan kalau memang masyarakat punya tanda - tanda sakit mental.

ini dia sumber berita dimana saya mendapatkan info tersebut,

Jujur Itu Mahal (Kisah Ny. Siami dan SDN Gadel 2 Surabaya)
Ibu Siami, Si Jujur yang Malah Ajur

saya kutipkan sebuah penggalan paragraf dari dua artikel di atas:

Teriakan “Usir, usir…tak punya hati nurani,” terus menggema di Balai RW 02 Kelurahan Gadel, Kecamatan Tandes, SurabayaKamis (9/6/2011) siang. Ratusan orang menuntut Ny Siami meninggalkan kampung....
 .. .Akibat perbuatan guru wali kelas tersebut, Dinas Pendidikan kemudian memberi hukuman mutasi dan penurunan pangkat kepada oknum guru dan kepala sekolah (yang dianggap ikut bertanggung jawab)...

Saya jadi mempertanyakan ini, "usir, usir .. tak punya hati nurani"?

kok bisa, sudah salah tapi berkata seperti orang yang terdholimi?


Warga - warga pesakitan ini yang jumlahnya mencapai angka ratusan(menurut sumber berita) berhasil mengusir ibu Siami beserta dengan keluarganya. Inilah satu dari akibat jika sebuah hal buruk sudah jadi sebuah kebiasaan. Kita tahu hal ini buruk, tapi tetap saja "mereka " berkata bahwa ini hal yang lumrah. Saya bersyukur jika pekerjaan ibu Siami adalah di bidang jahit - menjahit alias jasa. Karena dengan itu, dia bisa pindah kemanapun yang ia mau dan tetap bekerja.


Saya sangat bersyukur permasalahan besar seperti ini bisa terangkat ke media masa. Dan saya sangat bangga karena bisa turut untuk membeberkan dan memberi berita sebagai seseorang yang baru belajar untuk menulis.

Tapi dalam lanjutan paragraf setelah potongan artikel di atas yang saya sebutkan, saya tidak tahu lagi harus berkata apa. Jika perbuatan baik dan benar yang sebenarnya sederhana di anggap sok pahlawan. 

Kejujuran itu hal krusial. Tidak ada yang suka pendusta. Bahkan komplotan copet atau penjahat yang ingin melakukan kejahatan juga harus percaya antara satu sama lain agar kejahatan yang mereka lakukan bisa terlaksana dengan baik dan lancar. Apalagi dalam berdagang atau berbisnis, tidak ada seorang pun yang mau ditipu. 


Siami dituding sok pahlawan setelah melaporkan wali kelas anaknya, yang diduga merancang kerjasama contek-mencontek dengan menggunakan anaknya sebagai sumber contekan.

Dan memang apa yang saya katakan jikalau warga yang sedang berdemo meminta orang berakhlak mulia ini diusir adalah orang yang sakit mentalnya memang benar. Saya memiliki buktinya di penggalan paragraf ini.


Kemudian dia berusaha berdialog santai dengan warga. Ada salah satu warga menyeletuk. “Kalau kita dikatakan menyontek massal. Lantas, kenapa saat menyontek pengawas membiarkannya,” ucap salah satu ibu yang mendapat tepukan meriah warga lain.
Mereka merasa diri mereka benar, dan anehnya mereka membolak - balikkan fakta bahwa ini bukan salah mereka tetapi salahnya pengawas atau gurunya atau sekolahnya. Tapi sebenarnya mereka juga salah, kenapa harus diusir sih? 




Saya dapati dari link ini(Siami, Mahalnya Sebuah Kejujuran) bahwa berita ini sampai ke telinga MPR melalui wakil ketuanya Lukman Hakim Syaifudin dan ke Komisi Perlindungan anak Seto Mulyadi yang sama - sama memberikan apresiasi dan memuji tindakan beliau. Bukan hanya mengapresiasi, bahkan berita dari tempo.co  ada hadiah rumah dari Komunitas Rumah untuk Kejujuran pada selasa, 16 agustus 2011.(Berkat kejujurannya, Nyoya Siami Dapat Hadiah Rumah)


Dari kasus Siami, jelas Kak Seto, bisa ditarik banyak pelajaran. Salah satunya, mengoreksi sistem ujian nasional. "Jika UN menjadi penentu kelulusan, yang terjadi justru banyak tindakan yang mencerminkan ketidakjujuran," kata dia. Bayangkan, kata Kak Seto, jika sekolah tak bisa memenuhi target sekian persen kelulusan, ganjarannya adalah sekolah itu bisa ditutup. "Sehingga sekolah menghalalkan segala cara, sementara pemerintah belum bisa menyediakan sarana, prasarana, juga guru yang memadai," kata dia.
Saya juga baru menyadari dari pernyataan kak Seto bahwa apa yang saya pikirkan selama ini ternyata benar. Dulu saya selalu beranggapan tentang alasan kenapa oknum Dosen atau oknum guru membiarkan muridnya untuk mencontek adalah karena takut akreditasi sekolah yang turun atau hilang dan mungkin jika meskipun mereka menentang praktek "kaderisasi calon koruptor" ini, mungkin mereka bisa kehilangan pekerjaan mereka. Sekolah bisa saja tahu dan menyuruh, tapi sebagai tenaga pengajar, jika mereka benar - benar melakukan itu karena "kasihan" karena muridnya sudah membuang uang sangat banyak untuk kuliah atau sekolah, maka saya ingin mengatakan bahwa mereka tidak pantas disebut guru.

Namun bila UN benar - benar dihilangkan dan penilaian hanya ada pada pihak sekolah, alasan yang sama tetap akan terjadi. Jika sekolah dianggap gagal maka sekolah akan ditutup dan pihak sekolah akan melakukan segala cara hal tersebut tidak terjadi.

Siapakah yang salah?


Bisa dibilang ini semua salah Guru atau Dosennya. Karena bila kita menganggap bahwa meskipun sekolah jadi provokator dan biang masalah, jika pendirian para pendidik telah teguh, maka tidak akan pernah terjadi permasalahan seperti ini. Namun jika kita lihat ke belakang lagi jika guru - gurunya saja sudah seperti ini, maka mungkin karena mereka di didik seperti ini pada saat kuliah. Mencontek, berbohong, berdusta, serta membajak makalah orang lain.

Dan itu berarti kita bisa mengambil kesimpulan lebih jauh jika perilaku mencontek, berbohong, berdusta serta perilaku kopi paste yang terjadi di kalangan mahasiswa adalah ketidakmampuan DOSEN dalam memberikan penilaian yang tegas dan teliti baik pada saat penilaian ataupun saat melakukan presentasi (kalau bisa ya lulus, kalau gak bisa ya gak lulus) dan para penjaga ruangan saat ujian (mungkin DOSEN juga yang bertugas) dalam mengawasi siswanya. Bisa jadi mereka menggampangkan, atau sengaja keluar kelas.

Kenapa saya bisa bilang seperti ini?

coba lihat penggalan artikel berikut ini yang sudah saya sertakan di atas, tetapi saya coba garis bawahi mengapa kita boleh - boleh saja menyalahkan para pendidik, dosen atau pun guru pada instansi terkait.

Kemudian dia berusaha berdialog santai dengan warga. Ada salah satu warga menyeletuk. “Kalau kita dikatakan menyontek massal. Lantas, kenapa saat menyontek pengawas membiarkannya,” ucap salah satu ibu yang mendapat tepukan meriah warga lain.

"..Lantas, kenapa menyontek pengawas membiarkannya,...", mengapa ya sengaja dibiarkan? mengapa kemudian banyak sekali sarjana pengangguran? Kenapa juga pemerintah memberlakukan standar yang aneh jika banyak siswa yang gagal lulus maka akreditasi bisa turun, sekolah bisa ditutup dan tidak populer. Justru seharusnya pemerintah harusnya memberi sebuah pernyataan yang eksklusif sebagai testimonial kepada sekolah yang menerapkan kejujuran dan tidak pilih kasih pada penilaian sebagai sekolah yang dijamin bahwa lulusannya berkualitas tinggi dan punya martabat.

Sebenarnya, jika dilihat dari meja pengajar, kelihatan gak sih kalau ada siswa yang menoleh ke kanan dan ke kiri? Saya pernah mengikuti ujian, saya pernah sekolah ataupun kuliah(meskipun cuma 2 semester) dan saya tahu bahwa gerak - gerik orang yang sedang mencontek itu dapat dilihat dengan mudah. Bohong bila Dosen atau guru tidak tahu, karena saya tahu jika guru benar - benar serius mengawasi, maka tidak akan ada celah sedikitpun bagi siswa untuk mencontek.

Kisah ini saya alami ketika masih SMK pada saat ujian sekolah terakhir di pelajaran matematika. Guru yang sungguh mulia ini mengancam akan mengeluarkan siswa yang ketahuan dan dia berjalan dari satu sisi bangku ke sisi lainnya sehingga celah untuk menoleh ataupun memasukkan tangan ke bawah bangku untuk mengambil Hp pun tidak bisa. Bahkan ada teman saya yang bingung karena hanya bisa menjawab hanya 2 atau 4 soal dari puluhan soal yang ada. Padahal sebelum ini semua ulangan biasa saya.

Lingkungan buruk akan selalu membawa dampak yang buruk pula. Sekuat - kuatnya pendirian seseorang, jika dia hanyalah seseorang tanpa kawan dengan pendirian yang sama, lama - lama pasti goyah dan terjerumus juga. Begitu pula dengan saya sendiri, godaan itu kadang muncul dan saya meminta jawaban satu sampai lima buah pertanyaan. Kadang saya tegar, kadang saya tidak. Itulah alasan kenapa saya akhirnya keluar dari perkuliahan. Semua orang melakukan hal buruk ini, selain itu ada alasan lain seperti saya memang tidak terlalu pintar dan tidak punya waktu yang cukup untuk belajar, membuat makalah atau presentasi (secara jujur), karena godaan untuk CopyPaste dari internet begitu tinggi dan tidak adanya semangat dari kawan - kawan perkuliahan saya untuk berlatih dan membuat semuanya dari "lembar microsoft Office" yang kosong . Belum lagi tidak ada waktu untuk praktek membuat program karena saya memang gak cukup pintar.

Ah, mungkin semua itu hanya "Excuse" saya dan saya menyadari itu. Tetapi sebagian dari cerita saya di atas adalah fakta yang mau tidak mau harus diakui oleh orang - orang yang pernah kuliah, bahwa mencontek sudah jadi tradisi dan saya merasa terseret ke arah tersebut sedikit demi sedikit.

Tapi saya ingat di masa SD saya, sewaktu saya berada di kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah, ada seorang guru yang mengatakan pada seluruh siswa di sekolah saya "Boleh mencontek asal gak rame". Perkataan macam apa ini? semakin saya pikirkan sekarang, semakin jelas bahwa memang hal buruk ini memang berasal dari oknum pendidik, bukan dari hal yang lain.


ANDRI RIZKI PUTRA : ORANG JUJUR TIDAK SEKOLAH



Mungkin orang inilah yang membuat saya benar - benar ingin meninggalkan perkuliahan dengan alasan yang menurut orang lain tidak masuk akal. Karena untuk biaya kuliah sendiri, saya sudah menghabiskan di angka kisaran 10 juta rupiah.

Beda antara mas Adri dan saya ini satu, saya bodoh, gak punya banyak waktu dan masih banyak ketidaktegasan dalam mengambil keputusan sedangkan mas Adri ini orang yang sudah berpendirian teguh sejak dia masih muda, tegas dan punya banyak waktu untuk belajar. Jadi kalau ada yang menyalahkan saya dan "membodoh - bodohkan" saya karena saya keluar kuliah dan mengatakan saya pengecut, itu murni pilihan saya sendiri. Saya baru merasakan kedewasaan baru - baru ini. Saya berpikir bahwa saya merasa akan tertatih - tatih mengikuti semua pelajaran (alias, bisa kerja serabutan, kuliah, mengerjakan tugas) tapi nol dalam praktek pemrograman karena tidak ada waktu lagi. Saya beranggapan bahwa saya mungkin bisa lulus dengan ijazah Teknik Informatika tetapi jika saya tidak pernah mempunyai waktu praktek selain liburan di hari minggu dan liburan semester, maka ijazah itu hanya akan jadi ijazah kosong tanpa ilmu dan kebanggaan.

Kembali ke cerita mas Andri Rizki Putra, yang kisahnya mempunyai permulaan yang sama dengan cerita diatas yaitu bahwa pihak sekolah menyuruh siswanya untuk mencontek saat Ujian Nasional.  dari jurnalva.com saya mengutip paragraf berikut ini,

Saat itu, Ujian Nasional  adalah momentum yang menegangkan, dimana reputasi sekolah dan kelulusan siswa adalah segalanya. Jangan heran, jika kebanyakan sekolah menghalalkan segala cara agar peserta didiknya dapat lulus seratus persen. Ini bahkan hal yang lumrah, kesalahan yang dianggap sudah biasa.

Di statment ini kita tahu bahwa memang jika  reputasi siswa berbanding lurus dengan jumlah siswa yang lulus. Apalagi jika harus menghalalkan segala cara. Seperti ironi di atas ironi.

Andri Rizki Putra yang masih sekolah di bangku sekolah menengah pertama menolak keras kecurangan yang terjadi di sekolahnya dan bahkan menolak saat disodorkan bocoran jawaban oleh kepala sekolahnya. Dan hal yang aneh adalah setelah protes pun, Kepala Sekolah tetap saja menolak prinsip karena menganggap ini hal yang mainstream.

"Rizki, kalau kamu tidak bisa mengikuti hal mainstream saat ini, kamu akan ketinggalan," tutur Rizki menirukan tanggapan kepala sekolah atas aksi protesnya, saat menjadi salah satu pembicara dalam rangkaian ulang tahun Mizan "Temu Jurnalis, Blogger, dan Penulis" #RayakanIndonesiamu: Ribuan Pulau Kebaikan di Balai Sarwono, Rabu (10/6).

Jadi aneh jika menolak karena alasan mainstream, kenapa kepala sekolahnya tidak sekalian pergi ke karaoke, pergi ke diskotik, selingkuh, mencuri, mengakali dan korupsi serta menerima suap juga ya? itu kan juga mainstream. Ini bukti kalau nilai kejujuran itu sudah jarang ditemukan. maka hati - hatilah dalam memilih pasangan hidup, jangan sampai pasangan hidup kamu juga suka hal - hal yang "mainstream".

Selain diatas, ansania.com disebutkan juga bahwa Rizki mengadukan kecurangan ini ke ICW dan KPK dan hasilnya nihil. Menurut pendapat saya pribadi, mungkin petugas yang berada di bagian penerimaan aduan menganggap hal ini adalah "hal biasa" juga (mungkin kedua lembaga ini memounyai Customer Service seperti perusahaan jasa telekomunikasi).

Singkatnya dia lulus dengan nilai yang tinggi dan bisa masuk ke SMA favorit, namun nilai kejujurannya yang kuat membuatnya harus keluar dari sekolah dan belajar otodidak dari rumah, mencari buku - buku bekas dan belajar otodidak 10 sampai 12 jam sehari. alhasil dia akhirnya mengikuti ujian paket C dan masuk Universitas Indonesia.

Sangat sulit untuk membayangkan setahun belajar otodidak tanpa guru dan melahap semua pelajaran dari kelas satu sampai kelas 3 yang harusnya ditempuh selama 3 tahun. Hal ini juga yang membuat saya positif dengan apa yang saya punya. Saya kita menyerah atau mengikuti arus sama - sama akan membuat orang mati akalnya dan padam nilai kebaikan dari dirinya.


Saya tidak akan berbicara terlalu banyak mengenai Andri Rizki Putra, karena di Google sendiri anda pasti bisa mendapatkan informasinya dengan mudah. Dan saya juga ingin artikel khusus mengenai sosok ini yang lebih komplit karena saya sendiri juga sangat menghormati perjalanan hidupnya dan pasti akan banyak berita yang akan saya rangkum menjadi satu artikel utuh untuk Mas Andri dan Nyonya Siami.


BERDUSTA ITU DOSA BESAR




Ustad khalid mengatakan:
...Haraammm... gak boleh nyontek, kenapa harus mencontek ini?mencontek membuat orang jadi bodoh. orang nyontek itu jadi bodoh teman - teman. Untuk apa kita buat diri kita jadi bodoh?
Apa manfaatnya?Gak ada sama sekali, belajar, jangan males!!gitu kan?Harusnya belajar jadi gak boleh.
jadi,,Dia nyontek HARAM, yang biarin dia nyontek HARAM. DUA DUANYA DAPAT DOSA.
Ini banyak guru - guru begitu itu.kasih murid - muridnya bocoran, untuk apa?
kita mencetak kader umat, kader negara semuanya menggunakan orang - orang tidak berkualitas untuk apa ini?
Harus yang berkualitas, harus yang bener, gitu kan?. Jadi gak boleh ini hukumnya HARAM.
Kata Nabi S.A.W (bahasa arab)
artinya:Siapa yang menipu, mencontek, memalsukan, memanipulasi bukan dari golongan kami.
DOSA BESAR INI, GAK BOLEH

Begitulah isi dari dari video diatas. Jika sudah terlanjur segera bertaubat nasuha, insya Allah akan diampuni. Dan jika ada yang mendukung perbuatan buruk ini, katakan ini dosa. Kita harus amar ma'ruf nahi munkar kan?

Tidak mungkin kita mendidik anak kita dengan cara serampangan pula. Bagaimana seandainya anda yang jadi orang tua dan anak anda melakukan hal buruk ini(mencontek) , setelah itu anda memberi nasehat dan dibantah oleh mereka dengan mengatakan "INI SUDAH LUMRAH, AYAH DULU JUGA MENCONTEK KAN?"

Jika anda sudah mempunyai anak, katakan sejujurnya pada mereka, nasehati mereka dan katakan bahwa jujur itu nomor satu. Apa anda akan bangga ketika anda tahu jika di kemudian hari anak anda yang kaya raya ternyata mendapatkan kekayaanya dari hasil korupsi atau menipu? apa anda akan bangga jika anak anda mendapat ranking 1 dan mengatakan pada anda bahwa dia membawa buku catatan saat ujian? apakah anda akan bangga jika disaat anda menasehati, anda akan dibantah karena anda juga melakukan hal serupa dan sampai saat ini anda tidak merasa bersalah?

Akui bahwa tidak ada manusia yang sempurna, begitu pula dengan anda. Saya juga minta maaf sebesar - besarnya jika kata - kata saya menyinggung anda dan tulisan saya tidak sistematik dan cuma adanya. Tujuan dari tulisan ini hanya ingin membuat kita semua untuk sadar, terutama bagi mereka yang mengaku beragama islam agar masa depan kita jauh lebih baik.

Jika anda masih tidak mau percaya bahwa mencontek itu bukan hal yang besar, bagaimana jika yang mengatakan bahwa mencontek itu buruk adalah Muhammad Mahfud Md dan Anies Baswedan. Mungkin anda bisa mencaci dan mencari kekurangan saya dan mengatakan saya hanya anak lulusan SMK dengan nilai pas - pasan dan dropout kuliah. Saya memang bukan apa - apa, tetapi bagaimana dengan dua orang yang saya sebutkan barusan?

Ini pernyataan dari Mahfud Md saat menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi yang saya ambil dari nasional.tempo.co

Menurutnya, mereka yang melakukan plagiarisme untuk mendapatkan gelar atau untuk naik pangkat, sama saja sudah melakukan perbuatan mencuri.

"Kalau nanti mereka jadi pejabat, pasti akan mencuri uang rakyat," katanya saat menyampaikan orasi ilmiah di peringatan Dies Natalis Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Senin, 11 Maret 2013

ini Pernyataan dari Anies Baswedan saat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan  yang saya ambil dari nasional.news.viva.co.id

"Kejujuran penting untuk bangsa yang sedang dirundung korupsi. Salah satu hulunya adalah sekolah membiarkan contek-mencontek terjadi," kata Anies di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Senin 18 Mei 2015.Ia juga mengatakan, tujuan pendidikan bukan saja meraih prestasi akademik tinggi, tapi juga membentuk karakter anak bangsa."Selama ini kecurangan UN hanya jadi bisik-bisik. Sekarang kita ingin buka. Ini adalah awal, bukan akhir," tambahnya.Adapun dua komponen yang diukur dalam indeks integritas ini adalah aspek kerja sama antar siswa dan kerja sama yang sistematis."Kita harus memperbaiki karakter UN di sekolah, kita harus mengubah mental," tegas anies.

Jadi sekarang, bagaimana kita harus berbuat dan bersikap? Mulailah dari diri sendiri dan akui hal ini adalah hal yang buruk. Jika ada waktu lebih, anda bisa bagikan artikel ini sebagai sarana dakwah dan pengingat bahwa kejujuran itu hal yang penting. Hal ini yang membedakan kita dari para koruptor yang di tangkap KPK, ingat JUJUR ITU HEBAT. 

No comments:

Post a Comment

Artikel Pilihan

Inspirasi Membuat Blog dari Nol tanpa Pengetahuan tentang Internet

Anda ingin punya blog yang terkenal? punya adsense banyak? ingin cuma tidur-tiduran di rumah dan dapat penghasilan yang banyak? Tidak s...